Pandangan Etika Kristen "Pornografi"



BAB I
PENDAHULUAN
Zaman yang semakin berkembang menciptakan banyak dampak positif dan juga beberapa dampak negatif. Semakin gampangnya mencari informasi membuat batas antara manusia hampir tidak ada. Contoh perkembangan yang bergerak dengan cepat adalah teknologi. Berkembangnya teknologi dapat menjadi mediasi dosa.
Dengan teknologi banyak penyimpangan-penyimpangan yang ditularkan, salah satunya adalah pornografi. Pornografi merupakan hal yang masih hangat dibicarakan oleh orang-orang zaman kini. Dalam buku Etika Kristen Seksuil, Verkuyl menyatakan: “Pornografi terdapat dalam bermacam-macam bidang dan cara: dalam film-film tertentu,  dalam koran-koran dan majalah-majalah, dalam gambar-gambar, foto-foto dan lain-lain. Di negeri-negeri tertentu terdapat juga yang disebut ‘toko sex’, yang antara lain menyebarkan bahan-bahan pornografi secara besar-besaran.”[1] Setiap usaha untuk memberikan informasi terbuka di depan umum, dinyatakan sebagai ‘pornografi’.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Pornografi
Menurut Webster pornografi adalah “obscene literature or art (bacaan atau karya seni cabul)”. Pengertian resminya mencakup tiga aspek sebagaimana yang didefenisikan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1973: (1) Menurut standar semua orang, ini adalah sesuatu yang dipercaya rata-rata orang yang berkaitan dengan daya tarik cabul (sensual). (2) ini adalah bahan yang menggambarkan atau menceritakan perilaku seksual dengan cara yang pasti ditentang sebagaimana yang khusus didefenisikan oleh hukum yang bisa diterapkan. (3) secara keseluruhan, karya yang tanpa nilai sastera, politik atau ilmu pengetahuan yang serius.[2]
Menurut Stanton L & Brenna B. Jones dalam bukunya What’s the Big Deal? Why God Cares About Sexs mengatakan bahwa pornografi adalahmajalah-majalah atau buku-buku porno yang memperlihatkan foto-foto orang yang telanjang bulatatau memperlihatkan gambar-gambar orang melakukan hubungan seksual dan hal-hal lain seperti itu.[3]
Menurut Dr. Robert P. Borrong di dalam bukunya yang berjudul Etika Seksual Kontemporer dijelaskan bahwa, “Kata pornografi, berasal dari dua kata Yunani πορνεια (porneia) yang berarti seksualitas yang tak bermoral atau tak beretika (sexual immorality) atau yang popular disebut sebagai zinah; dan kata γραφη (grafe) yang berarti kitab atau tulisan.”[4] Istilah pornoz yang artinya laki-laki yang melakukan praktek seksual yang tak bermoral, kaum laki-laki yang melakukan perzinahan. Istilah ini muncul dalam dunia Yunani kuno, tidak ada bentuk feminim untuk porno.
Kata grafe semula diartikan sebagai kitab suci, tetapi kemudian hanya berarti kitab atau tulisan. Ketika kata itu dirangkai dengan kata porno dan menjadi pornografi, maka yang dimaksudkannya adalah tulisan atau penggambaran tentang seksualitas yang tak bermoral, baik secara tertulis maupun secara lisan. Jadi, tulisan yang memakai kata-kata yang bersangkutan dengan seksualitas dan memakai gambar-gambar yang memunculkan alat kelamin adalah pornografi.
     Sehingga dari pengertian tersebut kita dapat menarik pengertian tentang pornografi yaitu:
a.  Tulisan berupa majalah, buku, koran, dan bentuk tulisan lainnya.
b.      Produk elektronik misalnya kaset video, VCD, DVD, laser disc.
c.       Gambar-gambar bergerak (misalnya “hard-r”).
d.      Program TV dan TV kabel.
e.       Cyber porno melalui internet.
f.       Audio porno, misalnya dial porno atau berporno melalui telepon yang juga sedang marak diiklankan di koran-koran maupun tabloid akhir-akhir ini.
Bila diteliti lebih jauh, maka kita akan setuju dengan pendapat Dr. Robert P. Borrong yang menyatakan: “Ternyata bahwa semua jenis ini sangat kental terkait       dengan bisnis. Maka dapat dikatakan bahwa pornografi akhir-akhir ini lebih cocok disebut sebagai porno bisnis atau dagang porno dan bukan sekedar sebagai pornografi.”[5]
Verkuyl mengatakan bahwa: “Karena ketamakan akan laba maka mereka menyalahgunakan kecenderungan kekanak-kanakan untuk melihat, menonton, untuk menikmati dari bagian-bagian tubuh yang dipertontonkan atau ‘prestasi’ genital.”[6] Di sini dapat kita lihat bahwa manusia sudah mengekspoitasi seks sebagai komoditas bisnis mereka. Padahal dalam buku Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, Dr. Abineno menyatakan: “Menurut kesaksian Kitab Suci seksualitas adalah bahasa cinta.”[7]

2.2. Alasan Masyarakat yang Menetang Pornografi
Ada banyak pendapat yang menentang pornografi, baik dari masyarakat maupun dari Alkitab. Dr. Judith Reisman yang “selama ini mengabdikan hidupnya untuk memperlihatkan-melalui bukti ilmiah yang tak terbantahkan-bahwa gambar porno sesungguhnya menggantikan struktur kimiawi otak manusia, dan tidak dengan cara yang baik. Pornografi dapat menyebabkan kecanduan seperti kokain dan penyebab utama perkosaan, insens, pedofilia dan bentuk-bentuk serangan seksual lain.”[8]
Adapun alasan masyarakat menentang pornografi adalah:
1.      Pornografi menyebabkan serangan diantara sesama, sebab menghancurkan hubungan yang wajar diantara manusia. Ia memulai penyerangan pada perseorangan ketika melihat pornografi dan setelah sekian lama akan memperlihatkannya kepada khalayak ramai.
2.      Pornografi menciptakan tipe perilaku hewan dalam diri manusia, sebab menghasilkan tipe estrus (keadaan seksual yang mudah dibangkitkan, yang panas) yang menggoda orang bernafsu seksual. Hal ini menyebabkan frustasi emosional karena tak sanggup mengekspresikan emosi-emosi tersebut.
3.      Pornografi berdampak pada kejiwaan syaraf pada manusia, pornografi menyebabkan otak berhenti mengirimkan sinyal yang benar dari suatu bagian otak ke bagian otak lainnya, sehingga otak kanan yang berkuasa/mengungguli otak kiri yang berfikir logis yang mempertahankan pengendalian dalam tubuh.
4.      Pornografi menciptakan kecanduan seperti obat-obatan terlarang di otak. Pornografi menghasilkan kimia atau obat alami yang dihasilkan tubuh seperti testoteron, endorfin dan seterusnya, jika tidak dilepaskan menyebabkan orang tersebut kokain dan heroin.
5.      Pornografi selama ini berkaitan dengan kejahatan lain, sebab pornografi menyebabkan kejahatan-kejahatan dan kekerasan, yaitu pelecehan seksual, perkosaan, penyiksaan anak, penyiksaan pasangan hidup dan pembunuhan.
6.      Pornografi menyebabkan disfungsi keluarga, sebab menghancurkan kepercayaan dan keintiman yang terdapat diantara pasangan.
7.      Pornografi membiarkan disfungsi seksual menjadi norma bagi masyarakat, sehingga orang-orang yang menonton pornografi akan mati rasa terhadap pandangan seksualitas yang merugikan.
8.      Pornografi sebagai sarana bertindak sebagai fantasi seksual menyebabkan perilaku tidak wajar, akibat melihat pornografi maka ia akan mati rasa akan perzinahan dan melakukan tindakan tidak wajar ini sebagai norma.
9.      Pornografi menghalangi kencan, berpacaran, dan hubungan perkawinan yang wajar. Sebab orang yang suka pornografi jarang untuk kencan dan berpacaran, ia lebih suka dirumah menonton pornografi.
10.  Pornografi menyebabkan keterbatasan keuangan pada masyarakat, sebab pecandu pornografi akan menghabiskan uang untuk bahan pornografi seperti video, DVD dan situs internet.
11.  Pornografi menurunkan seks menjadi perilaku binatang
12.  Pornografi menyebabkan degradasi aktivitas seksual, menyebabkan hubungan seksual menjadi bentuk-bentuk yang lebih hina.
13.  Pandangan alkitab terhadap pornografi.
14.  Pornografi menggambarkan seks dalam cara yang berdosa.
15.  Pornografi tidak menghormati perkawinan, sebab pornografi menyajikan seks dalam perbuatan amoral seperti perzinahan.
16.  Pornografi mendukung aktivitas berdosa dalam kehidupan orang percaya.
17.  Melihat pornografi menanamkan hawa nafsu dan perzinahan dalam hati orang.
18.  Pornografi merusak pikiran dan hati, karena menanamkan benih yang jahat di dalam hati.
19.  Pornografi menggelapkan hati dan pikiran orang percaya, sehingga bukan hanya fisik saja yang gelap tetapi juga mata dan batin serta akan berlanjut kepada keseluruhan diri orang.
20.  Pornografi melemahkan perkawinan yang baik, sebab perkawinan yang suci dan dihormati tidak lagi terwujud. Pornografi merusak pikiran dan cenderung mengekspresikan melalui tindakan sebab termakan oleh nafsu dan melupakan komitmen pernikahan.[9]

2.3. Dampak Pornografi
       Pornografi berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Dampaknya bagi masyarakat sangat luas, baik psikologis, sosial, etis, maupun teologis. Sebagaimana dikatakan Verkuyl dalam bukunya: “Pornografi adalah berbahaya secara susila. Bahaya untuk kesehatan rakyat, bahaya untuk generasi muda. Bahaya pornografi adalah semua pornografi membuat seksualitas lepas dari perikemanusiaan.”[10]
Menurut dokter Donald Hilton Jr. MD ahli bedah saraf Methodist Speciality and transplant Hospital San Antonio, Amerika, mengatakan “Kerusakan otak karena ketagihan pornografi lebih sulit disembuhkan dibandingkan kecanduan makan (kegemukan) dan obat-obatan”[11].
Di indonesia kehidupan seksualitas, bahkan homoseksualitas sudah semakin terbuka dan semakin diramaikan dengan diputarnya film-film nasional yang menggambarkan kehidupan seksual yang bebas, adanya perkumpulan-perkumpulan gay dan lesbian, dan sudah diterbitkan majalah kaum gay.[12]
Adapun dampak pornografi yaitu:
a.       Secara Psikologis
 Secara psikologis pornografi membawa beberapa dampak yaitu, timbulnya sikap dan perilaku anti sosial, kaum pria menjadi lebih agresif terhadap kaum perempuan, yang lebih parah lagi manusia umumnya  menjadi kurang responsif terhadap penderitaan, kekerasan dan tindakan perkosaan, dan akhirnya pornografi akan menimbulkan kecenderungan yang lebih tinggi  pada penggunaan kekerasan  sebagai bagian dari seks. “Dampak psikologis ini bisa menghinggapi semua orang, dapat pula berjangkit menjadi penyakit psikologis yang parah dan menjadi ancaman yang membawa bencana bagi kemanusiaan.”
b.      Secara Sosial
 Dampak sosial dari pornografi  mengakibatkan meningkatnya tindak kriminal di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Misalnya, sekarang kekerasan sodomi mulai menonjol dalam masyarakat dan semakin meningkatnya kekerasan seksual dalam rumah tangga. Dampak lainnya adalah eksploitasi seksual untuk kepentingan ekonomi yang semakin marak dan cenderung dianggap sebagai bisnis yang paling menguntungkan. Selain itu, pornografi mengakibatkan makin maraknya penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Secara umum pornografi juga akan merusak masa depan generasi muda sehingga mereka tidak lagi menghargai hakekat seksual, perkawinan dan rumah tangga.
c.         Secara Etika atau Moral
Dari segi etika atau moral, pornografi akan  merusak tatanan norma-norma dalam masyarakat, merusak keserasian hidup keluarga dan masyarakat pada umumnya, serta merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan, cinta, keadilan dan kejujuran. “Masyarakat yang sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh dan khaos.”[13]
d.       Secara Rohani dan Teologis 
Pornografi akan merusak harkat dan martabat manusia sebagai citra Sang Pencipta/Khalik yang telah menciptakan manusia dengan keluhuran seksualitas sebagai alat Pencipta untuk meneruskan generasi manusia dari waktu ke waktu dengan sehat dan terhormat.

2.4. Ruang Lingkup Pornografi

Ruang lingkup pornografi yaitu:
1. Memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
2. menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.[14]

2.5. Pandangan Iman Kristen terhadap Pornografi
Alkitab tidak secara langsung menyebut soal pornografi,  namun Alkitab dengan jelas menunjukkan bagaimana perasaan Allah tentang hal-hal yang menggoda seseorang untuk melakukan hubungan seks di luar pernikahan atau membuatnya punya pandangan yang keliru soal seks. Beberapa ayat Alkitab yang menunjukkan perasaan Allah adalah sebagai berikut:
·         ”Matikanlah anggota-anggota tubuhmu yang bersifat duniawi sehubungan dengan percabulan, kenajisan, nafsu seksual.” (Kolose 3:5) Melihat pornografi bukannya mematikan hasrat yang salah, malah membuatnya semakin besar. Hal itu membuat seseorang najis, atau kotor, di mata Allah.
·         ”Setiap orang yang terus memandang seorang wanita sehingga mempunyai nafsu terhadap dia sudah berbuat zina dengan dia dalam hatinya.” (Matius 5:28) Gambar-gambar amoral memicu pikiran yang salah yang bisa mengarah pada tindakan yang salah.
·         ”Mengenai percabulan dan setiap jenis kenajisan atau ketamakan, disebut saja pun jangan di antara kamu.” (Efesus 5:3) Kita tidak boleh membicarakan seks yang amoral, apalagi menonton atau membaca tentang itu, untuk mendapat kesenangan.
·         ”Perbuatan daging nyata, dan ini adalah percabulan, kenajisan, . . . dan hal-hal seperti ini semua. Sehubungan dengan hal-hal ini aku memperingatkan kamu sebelumnya, dengan cara yang sama sebagaimana aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya, bahwa orang yang mempraktekkan hal-hal demikian tidak akan mewarisi kerajaan Allah.” (Galatia 5:19-21).
 Di mata Allah, orang-orang yang mengonsumsi pornografi adalah orang yang najis, atau kotor secara moral. Jika kita menjadikan itu semua sebagai kebiasaan, kita bisa benar-benar kehilangan perkenan Allah. Firman Allah juga dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang yang terikat dengan pornografi (atau biasa disebut sebagai orang cabul dalam Alkitab), tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (I Kor. 6:9-10). Bahkan dalam Alkitab dijelaskan bahwa orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri (I Kor. 6:18). Hal ini berarti ketika seseorang terikat dengan pornografi atau percabulan hatinya akan senantiasa menuduh dia terhadap dosa percabulan. Itu sebabnya sebagai orang percaya jangan sampai kita terikat dengan dosa pornografi atau dosa percabulan.
Bagaimana jika sudah terlanjur terikat dengan pornografi ? Firman Allah menyatakan bahwa jika kita mau jujur mengaku di hadapan Tuhan, maka Dia adalah setia dan adil, sehingga Dia akan mengampuni dan menyucikan kita dari semua dosa kita (I Yoh. 1:9). Biarkan Tuhan melepaskan kita dari semua keterikatan pornografi.

BAB III
KESIMPULAN
Pornografi adalah tulisan yang memakai kata-kata yang bersangkutan dengan seksualitas dan memakai gambar-gambar yang memunculkan alat kelamin. Pornografi adalah suatu hal yang amat berbahaya bagi kehidupan iman kekristenan, khususnya bagi generasi muda. Firman Tuhan menolak perbuatan ini, sebab Ia menginginkan ciptaan-Nya agar hidup dalam kebenaran dan kekudusan.



DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L.Ch.
1996. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis.  Jakarta: BPK Gunung Mulia.

B. Jones, Brenna, dkk.
2004. What’s the Big Deal? Why God Cares About Sexs . Surabaya: Momentum.

Borrong, Robert.P. 
2006. Etika Seksual Kontemporer. Bandung: Ink Media.

Geisler, Norman L.
2010. Etika Kristen. Malang: Literatur SAAT.


Herlianto.
1995.  Aids dan Perilaku Seksual. Bandung: Kalam Hidup.

Verkuyl, J.
1993.  Etika Kristen Seksuil.  Jakarta: BPK Gunung Mulia.

www. Google. harian Jawa Pos 3/3 2009, diambil 26/10/2015, pkl. 20.00








DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 1-8
2.1. Defenisi Pornografi...................................................................................................... 1-3
2.2. Alasan Masyarakat yang Menetang Pornografi................................................... 3-5
2.3. Dampak Pornografi........................................................................................... 5-6
2.4. Ruang Lingkup Pornografi............................................................................... 6-7
2.5. Pandangan Iman Kristen terhadap Pornografi..................................................... 7-8
BAB II KESIMPULAN....................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. ii


[1] J. Verkuil, Etika Kristen Seksuil (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 1
[2]  Norman L. Geisler, Etika Kristen, Edisi Kedua  (Malang: Literatur SAAT, 2010)lm. 451
[3] Stanton L & Brenna B. Jones What’s the Big Deal? Why God Cares About Sexs (Surabaya: Momentum, 2004), hlm. 44.
[4] Robert.P. Borrong,  Etika Seksual Kontemporer (Bandung: Ink Media, 2006)
[5] Robert.P. Borrong,  Etika Seksual Kontemporer , hlm. 3
[6] Opcit. J. Verkuil,  Etika Kristen Seksuil, hlm. 4
[7] J.L.Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1996), hlm.4-5
[8] Op.cit, Norman L. Geisler, Etika Kristen, Edisi Kedua, hlm. 452.
[9] Op.cit, Norman L. Geisler, Etika Kristen, Edisi Kedua, hlm.452-458.
[10] J. Verkuil,  Etika Kristen Seksuil, hlm. 8.
[11] www. Google. harian Jawa Pos 3/3 2009, diambil 26/10/2015, pkl. 20.00
[12] Herlianto, Aids dan Perilaku Seksual (Bandung: Kalam Hidup, 1995), hlm. 9
[13]  Opcit. J. Verkuil,  Etika Kristen Seksuil, hlm. 9

Komentar

Postingan Populer