Dahsyatnya Iman, Ibrani 4:1-12



PENDAHULUAN
Penulis surat Ibrani sering menggunakan kata lebih, dalam suratnya untuk menunjukkan keunggulan Yesus Kristus dan keselamatan-Nya dibandingkan dengan sistem agama orang Ibrani. Kristus itu “jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat” (1:4).
Pada pasal pertama, penulis mengatakan bahwa Yesus lebih tinggi dari malaikat. Pada pasal kedua, penulis memberikan nasihat untuk memperhatikan Firman serta untuk tidak menyimpang dari Firman. Pada pasal ketiga penulis mengatakan bahwa pribadi Kristus lebih besar daripada pribadi Musa. Dan pada pasal yang keempat menceritakan tentang perhentian yang diberikan Kristus lebih mulia daripada perhentian yang diberikan Musa. Pada bagian ini saya akan membahas pasal keempat.
PEMBAHASAN
Pasal 4:1-13 akan saya bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
A.  Iman Syarat ke Tempat Perhentian
 Menurut Dr. Wily dalam pasal 4, penulis Ibrani mengatakan bahwa yang penting bagi “perhentian iman” ialah “kehidupan suci”[1]. Antara kehidupan suci dan iman berhubungan erat. Orang yang beriman akan mengusahakan dirinya untuk memiliki kehidupan suci dan iman itu adalah syarat ke tempat perhentian.
1. Nasihat Untuk Berwaspada (ayat. 1)
Penulis Ibrani mengatakan sebuah perintah yaitu untuk berwaspada, berwaspada supaya jangan ketinggalan. Dalam bahasa Yunani kata yang dipakai adalah φοβηθῶμεν (aorist, subjunktif) yang berarti ajakan untuk berwaspada atau cemas dengan sungguh-sungguh[2]. Jadi ajakan tersebut adalah untuk berwaspada atau cemas dengan sungguh-sungguh, sehingga  bukan sekedar berwaspada saja namun juga harus sungguh-sungguh cemas. Mengapa harus berwaspada dan cemas?  Yaitu agar jangan ada yang ketinggalan. Lantas ketinggalan apa yang dimaksud? Ketinggalan yang dimaksud adalah tidak masuknya seseorang ke tempat perhentian atau dikeluarkan dari janji akan tempat perhentian (bdg. 3:12, 13; 12:15)[3]. Penyebab ketinggalan adalah tidak taat kepada firman Allah, murtad (ay. 12), tegar hatinya karena tipu daya dosa (ay. 13) karena apabila Firman itu dikaitkan dengan iman maka Firman itu dapat melaksanakan tujuannya[4] meskipun janji akan masuk ke perhentian-Nya itu masih berlaku.
Dr. A.T. Robertson mengatakan bahwa manusia berhadapan dengan suatu bahaya yang serius, yakni bahaya tidak sampai kepada tempat perhentian. Dan Adolph Saphir mengatakan janganlah nasihat yang tajam dan yang peringatan yang tajam itu dilalaikan.[5] Sehingga ajakan untuk berwaspada itu amatlah penting.
2. Yang Beriman Akan Masuk ke Tempat Perhentian (ay. 2-3)
Dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai sebagai  tempat perhentian adalah κατάπαυσιν yang artinya adalah tempat beristirahat.
Dr. Wiley mengatakan bahwa Kristus adalah rasul Perjanjian Baru, bukan hanya sebagai Musa yang mengantar keluar dari perhambaan, tetapi juga Ia sebagai Yosua, ia itu pemimpin keselamatan, yang memimpin ke dalam pusaka rohani. Ia membawa keluar untuk menuntun ke dalam perhentian itu yang menjadi sasaran pengalaman rohani[6]. Jelas dari pendapat ini kita mengerti bahwa hanya Yesus yang dapat membawa ke tempat perhentian.  
Lantas tempat perhentian apa yang dimaksud oleh penulis Ibrani pada ayat kedua. Penulis Ibrani banyak mengambil kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama, bukan hanya itu namun juga punya latar belakang dari Perjanjian Lama. Jika dilihat dalam kitab Perjanjian Lama banyak sebutan tentang “perhentian”. Bagi orang Israel perhentian di negeri Kanaan mengibaratkan perhentian di dalam Kristus bagi orang Kristen dan mengibaratkan hidup kekudusan melalui kepenuhan dengan Roh Kudus yang memberi kemenangan atas dosa dan Iblis. Perhentian tidak berarti perhentian dalam Surga, melainkan kemenangan atas dosa; bukan kemenangan melalui kematian fisik, melainkan kematian diri, yakni diri yang lama dan kita masuk perhentian itu oleh iman. Orang Israel tidak masuk perhentian itu oleh karena mereka tidak beriman, tidak menyerahkan diri mereka kepada Allah dan tidak percaya bahwa Allah akan melaksankan apa yang dijanjikannya kepada mereka[7].
Pada waktu Penulis surat Ibrani menulis surat Ibrani, orang-orang Kristen Ibrani berada dalam cobaan untuk kembali kepada Taurat dan tidak menuju ke perhentian di dalam Kristus. Dengan teladan dari Perjanjian Lama, penulis mengingatkan orang Kristen Ibrani agar jangan kurang percaya. Hal berusaha maju ke perhentian dalam Kristus bukan sesuatu yang dipilih atau ditolak menurut kehendak. Tetapi adalah kewajiban tiap-tiap orang percaya kepada Kristus agar mencapai karunia yang terbaik yang di sediakan Tuhan. Kita harus berjaga-jaga tidak tertinggal dibelakang atau tidak masuk ke perhentian. Orang-orang Kristen masuk ke perhentian hanya oleh iman yang beralaskan pekerjaan Kristus yang telah disempurnakan.[8]
Menurut Wycliffe terdapat dua pandangan mengenai perhetian yang dijanjikan. Perhentian pada masa depan sebagai perhentian surgawi atau masuk ke dalam kerajaan Allah. Pandangan ke dua menekankan realitas sekarang dari “perhentian iman” ini dibicarakan sebagai penyerahan diri penuh yang dianggap sebagai pengalaman unik[9].
Downer menunjukkan bahwa ada dua macam perhentian. Di sini penulis Ibrani membahas ketenangan rohani bagi orang-orang percaya penerima surat ini yang dianiaya dan tergoda. Ini merupakan suatu pengalaman yang dapat dinikmati saat ini “kita yang beriman akan masuk ke tempat perhentian” (εἰσερχόμεθα, “kita memasuki”). Pernyataan ini merupakan pembangkit semangat bagi orang-orang Kristen yang menghadapi kesukaran. Perhentian ke dua, atau perhentian Sabat kemudian diperkenalkan melalui anak kalimat, “Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya." Inilah yang disebut perhentian hari ketujuh atau sabbatismos di ayat 9.[10] Sabbatismos (σαββατισμὸς) ialah memelihara hari Sabat dan di dalam Perjanjian Baru, Ibrani 4:9 itulah yang satu-satunya menggunakan kata itu.[11]
Allah telah menyediakan perhentian dan perhentian ini harus dipergunakan atau dimasuki. Ketidak percayaan menghalangi jalan masuk ke dalam perhentian yang disediakan oleh Allah ini, sedangkan iman membuka lebar-lebar pintu masuk ke dalam perhentian ini; jadi perhentian ini hanya tersedia untuk orang Kristen sejati. Yosua tidak memberikan perhentian ini hanya kepada angkatannya; oleh karena itu, perhentian yang dijanjikan ini masih terbuka. Jadi masih tersedia suatu hari perhentian ..... bagi umat Allah yang disediakan bagi orang-orang percaya saat ini. Itu adalah perhentian untuk sekarang dan juga masa yang akan datang yang tidak bergantung pada “perbuatan baik” tetapi pada iman orang-orang percaya[12].
Menurut D. A Carson, dkk, “There is always the possibility that some member of the group might fail to attain the promised rest for the same reason that the Israelites under Moses fell short of obtaining their inheritance: the message they heard was of no value to them, because those who heard did not combine it with faith”[13]. Yang artinya, “selalu ada kemungkinan bahwa beberapa anggota kelompok mungkin gagal untuk mencapai janji perhentian seperti halnya Israel di bawah pimpinan Musa tidak memperoleh warisan mereka: pesan yang mereka dengar tidak memiliki nilai bagi mereka, karena mereka yang mendengar  tidak menyatukannya dengan iman.
Sehingga perintah untuk waspada itu harus diperhatikan supaya jangan ada yang ketinggalan. Seseorang yang ketinggalan adalah karena tidak beriman. Iman menjadi kunci untuk masuk ke perhentian tersebut.
Warren menggambarkan perhentian-perhentian tersebut sebagai berikut[14]:
           
Masa yang lalu
Masa sekarang
Masa yang akan datang
Perhentian Sabat Allah
Perhentian Keselamatan
Surga
Perhentian Bangsa Israel di Tanah Kanaan
Perhentian penyerahan (kemenangan di dalam Kristus)


Sehingga bagi Warren ada tiga masa tentang perhentian. Yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.


B. Kedaulatan Allah
Pada bagian ini terlihat bagaimana Allah yang berdaulat, yang secara tidak langsung dituliskan oleh penulis Ibrani.
1. Allah yang berotoritas (ay. 4-5)
Pada ayat 4 dan 5 tertulis otoritas Allah. Ada dua otoritas Allah yang dituliskan dalam ayat 4 dan 5. Pertama, "Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya." Pernyataan ini sudah ada sejak zaman PL dalam kisah penciptaan. Hal ini menunjukkan otoritas Allah di mana ia berhenti dari kegiatan mencipta (Ibr. 4:4; Kej. 2:2). Hari perhentian-Nya itu juga disebut Sabat Allah.[15]
Kedua, dalam nas itu kita baca: "Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku. Untuk masuk ke dalam perhentian Allah tidak lepas dari otoritas-Nya. Dua hal ini menuliskan otoritas dari Allah.
2.  Ada yang Masuk ke Tempat Perhentian Ada yang Tidak (ayat 6)
Carson mengatakan bahwa, “Rest which awaits the people of God. We must take care not to forfeit that rest by rebelling against God, when he speaks to us no longer through his servant Moses, as he did in those days, but through his Son, one greater than Moses”[16]. Artinya, kita harus berhati-hati untuk tidak kehilangan sisa dari yang  memberontak terhadap Allah, ketika ia berbicara kepada kita tidak selamanya melalui hamba-Nya Musaseperti yang dia perbuat pada hari-hari ini, ia berbicara melalui  Anak-Nya, yang lebih besar dari Musa. Dalam Perjanjian Lama sisa-sisa umat Allah yang menantikan Allahlah yang masuk ke tempat perhentian.

C. Hari Perhentian  (ay. 7-11)
Pada ayat ini disebutkan Allah menetapkan suatu hari yaitu “hari ini”. Sebab andaikan Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain yaitu hari perhentian.
Dalam ayat ini penulis tidak berbicara tentang perhentian di dalam tanah Kanaan, sebab sumpah itu diulangi bahwa mereka tidak akan masuk perhentian. Dalam ayat ini berbicara tentang perhentian yang lain dari pada  perhentian di tanah Kanaan. Ia berbicara tentang suatu perhentian yangh beralaskan iman. Ia menggunakan perhentian di tanah Kanaan sebagai lukisan mengenai suatu perhentian yang baru, yang disediakan untuk orang Kristen Ibrani pada waktu itu dan juga untuk kita. Ketika menulis surat ini, orang-orang Kristen Ibrani ada dalam tanah Kanaan, tetapi banyak dari antara mereka tidak ada dalam perhentian Kristus itu. Penulis membicarakan suatu perhentian dalam Kristus yang dapat dimasuki oleh karena iman dan dengan demikian boleh dinyatakan suatu perhentian iman. John Owen, memegang kuat ajaran Kelvin dan mengatakan bahwa perhentian yang dikatakan tidak dapat berarti perhentian di dalam Surga, seperti sangkaan orang yang salah mengartikan pembahasan penulis perihal Kristus lebih unggul daripada Musa. Perhentian yang dikatakan di sini adalah perhentian di dalam Kristus yang didapati oleh orang-orang yang percaya pada waktu di dalam dunia. Kata kerja yang dipakai berarti  “sekarang masuk” bukan nanti masuk. 
Sifat perhentian di dalam Kristus:
1.      Pekerjaan Musa tidak memberi kuasa untuk mencapai maksud pekerjaan itu. Sebab ia tidak berkuasa membawa mereka ke dalam perhentian yang dijanjikan.
2.      Perhentian yang kemudian telah dimasukiorang Israel, adalh perhentiaan duniawi (Kanaan) dan itu hanya mengibaratkan perhentiaan Kristus.
Kristus lebih unggul dari pada Musa dalam ke dua hal itu, karena:
1.      Kristus berkuasa untuk mengantarkan kita ke dalam perhentian rohani itu melalui Roh Kudus.
2.      Perhentian itu sungguh dan merupakan perhentian Allah.[17]

Perhentian Allah sudah ada untuk dimiliki manusia sejak penjadian dunia selesai. Dalam Kejadian 2:2, “Berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.” Perhentian ini memiliki beberapa arti. Pertama, Allah sendiri berhenti. Kedua, secara tidak langsung , kata-kata itu menunjukkan jelas maksud-Nya, bahwa manusia harus memasuki dan mendapat bagian dalam perhentian–Nya. Firman-Nya mengenai hal itu menjamin kepastiannya. Allah tidak pernah mengucapkan kata-kata kosong. Ketiga, mereka yang pertama ditawari kesempatan itu gagal memeluknya, karena ketidaktaan, dan bahwa mereka, dengan perantaraan firman Allah yang sama itu, sungguh-sungguh dilarang memiliki segala harapan untuk masuk (ay. 3, 5). Memasuki berarti beristirahat dari jerih lelah mereka sendiri (Why. 14:13), sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan penciptaan pada hari sabat-Nya. Karena itu dalam kesempurnaanya, tujuan seperti itu sebenarnya sesuatu yang ada diluar ini. Namun mereka yang mendapat keselamatan dan hidup baru di dalam Kristus sungguh sudah mulai mengalami  hal itu, kini dan di sini (Mat. 11:28, 29). Demikianlah seperti dikatakan penulis (ay. 3), mereka yang sudah mengambil langkah yang menentukan dan menjadi orang percaya secara Kristen, sedang memasuki perhentian. Mereka sudah mulai menikmati suatu berkat, yang masih juga akan disempurnakan. Memiliki perhentian itu memang mencakupi keduanya, sekarang sudah, namun belum sempurna.[18]
Bukan hanya hari perhentian namun juga ada istilah hari ini yang digunakan oleh penulis Ibrani. Dalam bahas Yunani kata yang dipakai adalah ἡμέραν σήμερον yang artinya hari ini. Makna hari ini adalah janji tentang masuk ke dalam perhentian Allah ditawarkan lagi kepada manusia dalam pemberitaan Injil Kristus. Inilah yang diberikan kepada manusia “hari ini” kesempatan untuk “mendengar suara-Nya.” Tapi seperti dalam kitab-kitab PL, jika orang mendengar Firman yang diberitakan Allah, mereka hanya dapat menikmati berkat-berkat yang Ia janjikan, jikalau mereka secara hidup dipersatukan dengannya dengan perantaraan tanggapan iman, atau jikalau mereka menggabungkan diri karena percaya dengan mereka yang menaatinya. Dan sekalipun Allah bersumpah bahwa orang Israel  yang tidak percaya tidak akan memasukinya, namun jelas dari pengalaman orang Kristen yang percaya sekarang ini, bahwa Kristus sudah menjadikan perhentian ini dapat dijangkau oleh umat-Nya. Sebab mereka yang sudah menjadi percaya sebenarnya memasuki perhentian ini.[19]


1. Allah dan Firman-Nya (ay. 12-13) 
Allah dan Firman-Nya pada bagian ini berkaitan dengan yang dibahas di ayat sebelumnya yaitu mengenai perhentian. Perhentian diperkuat oleh acuan kepada sabda Allah yaitu, acuan kepada Kristus sebagai Firman yang hidup dan kepada sabda yang tertulis.
2.  Dahsyatnya Firman Allah (ay. 12)
Pada ayat ke. 12 ada lima hal yang dikemukakan mengenai Firman Allah (λόγος τοῦ θεου). Pertama, sabda itu hidup (Ζῶν ). Kedua, sabda itu merupakan sabda yang berkuasa atau energi yang mencipta (ἐνεργὴς). Ketiga, sabda itu memisahkan bahkan sampai memisahkan hubungan yang paling erat sekalipun. Keempat, sabda itu merupakan hakim atas pikiran yang terdalam. Kelima, sabda itu merupakan sarana melalui mana Allah secara langsung berhadapan dengan mahkluk-Nya. Dengan cara inilah sabda Allah mengungkapkan manusia seutuhnya, terutama dalam kaitan dengan sikap hatinya dan iman percayanya, hal yang akan memampukan dia untuk masuk ke dalam perhentian. Firman Allah memeriksa, menghakimi dan menasihati orang Kristen untuk hidup kudus dan memiliki iman percaya[20].
Ketika membandingkan Firman Allah dengan pedang, penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa Allah menggunakan Firman-Nya untuk membunuh orang-orang saleh. Memang benar bahwa Firman melukai hati orang-orang berdosa dan menginsyafkan mereka akan dosa-dosa mereka (Kis. 5:33; 7:54) dan Firman itu mengalahkan Iblis (Ef. 6:17). Kata Yunani τομώτερος yang diterjemahkan pedang sebenarnya berarti sebuah pedang pendek atau belati. Penekanannya ialah pada kuasa Firman Allah untuk menembus dan menyingkapkan hati manusia yang terdalam. Firman itu bagaikan alat yang dapat “membedakan” atau “mengkritik”. Orang-orang Israel bukannya membiarkan Firman itu menghakimi mereka, mereka malahan mengkritik firman itu. Akibatnya, mereka kehilangan warisan mereka[21] 
3. Tidak Ada yang Tersembunyi di Hadapan Allah (ay. 13)
Firman menjadikan manusia sadar bahwa segala sesuatu ditelanjangi dan terbuka sepenuhnya bagi pandangan-Nya yang menyelidiki. Dan kepada Dia, Allah yang menjadi asal Firman inilah, semua orang yang mendengar Firman akhirnya harus mengembalikan sebagai jawabannya “kata-kata” nya atau pertanggung jawab sendiri[22].
Dalam bahasa Yunani “telanjang dan terbuka” (γυμνα) yang berarti dengan kepala di dorong ke belakang dan lehernya terbuka. Kata itu memberi kesan, bahwa tak mungkin orang menyembunyikan mukanya. Pada akhir pemberian tanggung jawab yang terakhir, semua orang harus bertatap muka dengan Allah[23].
Tentu saja Allah melihat hati manusia (Ibr. 4:13), tetapi manusia tidak selalu mengetahui apa yang di dalam hatinya (Yer. 17:9). Alllah menggunakan Firman untuk menyanggupkan manusia melihat dosa dan ketidak percayaan yang ada di dalam hatinya. Firman itu menyingkapkan hati manuisa dan kemudian mempercayai Allah, Firman itu menyanggupkan hati untuk menaati Allah dan menuntut janji-janjinya. Itulah sebabnya mengapa setiap orang poercaya harus rajin mendengarkan dan memperhatikan Firman Allah. Dalam Firman itu manusia melihat Allah dan mengetahui bagaimana Allah melihat mereka. Manusia melihat dirinya sebagaimana adanya. Pengalaman itu menyanggupkan manusia untuk bersikap jujur dengan Allah, dan mempercayai kehendak-Nya dan mempercayai Dia. Semuanya itu dimungkinkan karena pekerjaan Yesus Kristus yang sudah selesai dengan sempurna. Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya ketika Ia selesai melakukan pekerjaan penciptaan. Anak Allah berhenti dari pekerjaan-Nya ketika Ia sudah menyelesaikan pekerjaan penciptaan yang baru. Kita dapat masuk ke tempat perhentian-Nya ketika kita mendengar dan menaati kehendak-Nya[24].

KESIMPULAN
Iman adalah syarat ke tempat perhentian. Namun dibalik itu harus tetap berwaspada supaya jangan ada yang ketinggalan dan tidak masuk ketempat perhentian. Iman dapat bertumbuh karena firman. Firman Allah dahsyat dan menyingkapkan hati manusia sehingga tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah




[1] J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Ibrani (Bandung: Kalam Hidup, 2004), hal. 65.
[2] B.F. Drewes, dkk, Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hal. 256.
[3] D. Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2012), hal. 740.
[4] Warren w. Wiersbe, Yakin di Dalam Kristus (Bandung: Kalam Hidup, 2008), hal.62.
[5] Op.cit, J. Wesley Brill, hal. 66.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid, hal. 67.
[9] Charles F. Pfeiffer, The Wycliffe Bible Commentary (Malang: Gandum Mas, 2008), hal. 937.
[10] Ibid, hal. 938.
[11] Op. Cit, Warren w. Wiersbe,  hal. 58.
[12] op. cit, Charles F. Pfeiffer, hal. 938.
[13] D. A. Carson, dkk,  New Bible Commentary (Nottingham: IVP, 2009), hal. 1330.
[14]Op. Cit,  Warren w. Wiersbe, hal. 58.
[15] Ibid, hal. 56.
[16] Op.cit. D. A. Carson, dkk,  hal. 1331.
[17] Op. cit, J. Wesley Brill, hal. 6.
[18] Op. Cit, D. Guthrie, hal. 740-741.
[19] Ibid.
[20] Op. cit, Charles F. Pfeiffer,  hal. 938.
[21] Op.cit, Warren w. Wiersbe, hal. 63.
[22] Op. cit, D. Guthrie, hal. 740
[23] Ibid, hal. 742.
[24] Op.cit, Warren w. Wiersbe, hal. 63-4.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer